e commerce

10 Perusahaan E Commerce Ini Resmi Tutup di Indonesia

ecommerce
sumber: her world indonesia

Dalam tiga tahun terakhir, bisnis e commerce di Indonesia tetiba booming seiring dengan makin bertambahnya para pengguna internet dan makin murahnya biaya dari penyedia jasa internet. Peluang ini pun berlomba-lomba dimanfaatkan banyak pengusaha start up di dunia digital.

Sayangnya, di tengah hingar bingar kesuksesan start up yang mendapat pendanaan hingga ratusan juta dolar dari investor, ternyata banyak pula start up yang harus gulung tikar dalam waktu singkat.

Memang cukup banyak faktor yang menyebabkan satu per satu start up digital ini harus tutup, di antaranya persaingan yang ketat, pendanaan minim, bisnis model yang tak jelas dan sebagainya.

Baru-baru ini, kabar mengejutkan juga datang dari salah satu perusahaan e commerce terkemuka asal Jepang Rakuten yang menutup layanannya tak hanya di Indonesia, namun juga Malaysia dan Singapura. Dalam rilis resminya seperti dikutip TechinAsia, Rakuten telah merumahkan 150 stafnya sebagai dampak penutupan operasi.

Berikut ini adalah beberapa start up  dan e commerce yang telah menutup layanan operasinya di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Sebagian mungkin adalah beberapa nama yang sudah anda kenal

1. Lamido

lamido

Bagi anda yang sering belanja di Lazada, pastinya tahu juga situs marketplace Lamido yang sama-sama berada di bawah naungan Rocket Internet. Diluncurkan sejak 2013 lalu, marketplace ini sebetulnya telah bekerja sama dengan lebih dari 2500 merchant dengan 50 anggota tim.

Persaingan yang ketat, akhirnya membuat manajemen memutuskan untuk fokus memperkuat layanan Lazada sebagai situs e commerce terbesar di Indonesia. Sedangkan, tim dan merchant telah dilebur masuk ke Lazada Indonesia.

2. Valadoo

valadoo

Tak hanya marketplace produk yang cukup bersinar dalam beberapa tahun terakhir, namun juga layanan situs jual beli paket wisata dan hotel. Sayangnya, salah satu layanan situs online di bidang paket perjalanan wisata, Valadoo akhirnya memutuskan menghentikan operasinya pada akhir April 2015 lalu.

Padahal, Valadoo sempat mendapat investasi dari Wego dan sempat tumbuh baik di bisnis ini. Salah satu sebab yang dikemukakan CEO dan Co Founder Valadoo, bisnisnya tak mampu bertahan lantaran arah yang belum jelas sejak awal serta model bisnis yang tidak matang.

3. Sedapur

sedapur

Sesuai namanya, Sedapur adalah situs marketplace yang fokus pada layanan pemesanan makanan dan bahan makanan yang didirikan tahun 2011. Sama dengan banyak situs marketplace lain, Sedapur menggandeng para pengusaha UKM sebagai rekanan merchant. Para merchant kemudian dibantu untuk dibuatkan toko daringnya, pengelolaan situsnya, jasa keuangan, hingga pengiriman. Namun, akhirnya pada Agustus 2013, mereka memutuskan menutup layanan dengan alasan terlalu fokus menggandeng merchant dibanding manggaet pembeli.

4. Paraplou

paraplou

Memasuki ranah  e commerce fesyen, tak bisa dimungkiri permintaan yang cukup tinggi terhadap produk ini ternyata menggoda para pemain start up menggarapnya. Didirikan tahun 2011, Paraplou sempat mengklaim sebagai situs e commerce fesyen terbesar ketiga di Indonesia dipimpin oleh mantan petinggi Rocket Internet Bede Moore dan Susie Sugden.

Paraplou sendiri sempat mendapat pendanaan Seri A sebesar US$1,5 juta dari Majuven. Tak disangka, situs online fesyen yang menggarap pasar kelas menengah atas ini terpaksa menutup layanannya pada Oktober 2015 lalu. Beberapa faktor penyebab di antaranya, persaingan pasar, finansial internal dan kesulitan mendapat sokongan dana.

5. Wearfable

wearfable

Masih di ranah e commerce fesyen, mungkin beberapa tahun lalu anda sempat mendengar wearfable. Situs yang sempat mendapat investasi dan mengikuti program inkubasi dari Ideosource ini menawarkan berbagai produk pakaian dan aksesoris untuk pria dan wanita dari para brand  lokal.

Namun, lama tak terdengar, ternyata situs online ini sudah menutup layanan operasinya tanpa hingar bingar pemberitaan. Ketika anda memasuki situs wearfable.com sudah tak dapat ditemukan lagi halamannya. Ketika dicek beberapa sosial medianya, ternyata postingan terakhir terjadi  pada Januari 2014.

6. Scallope

scallope

Sukses meluncurkan Bukalapak dan HijUp, membuat Suit Media, perusahaan layanan digital yang dipimpin Achmad Zaky ini juga meluncurkan layanan situs online fesyen Scallope. Situs e commerce fesyen yang menghadirkan beragam produk dengan menggandeng brand lokal bagi pria dan wanita ini didirikan tahun 2013. Lama tak terdengar, situs Scallope ternyata sudah menutup layanannya, di mana beberapa merchant-nya kini bergabung di HijUp.

7. Rakuten

rakuten

Inilah berita yang paling hangat, Rakuten perusahaan e commerce asal Jepang akhirnya resmi hengkang dan menutup layanan operasinya tepat pada 1 Maret 2016 mendatang di Indonesia. Namun, pihak manajemen tidak menjelaskan alasan penutupan ini.

Berdasarkan data wikipeda, perusahaan ini awalnya didirikan oleh Hiroshi Mikitani tahun 1997. Tahun 2005, Rakuten mulai berkembang di luar Jepang dan melebarkan sayap bisnis, melalui akuisisi dan usaha patungan.

Rakuten mulai masuk ke Indonesia sejak pertengahan 2011 menggandeng MNC Group sebagai mitra lokal, dan memutuskan berpisah tahun 2013 lalu.

Update:

8. Shopdeca

e commerce
sumber: shopdeca

Tahun 2015 lalu, layanan aplikasi pengirim pesan instan berbasis telepon seluler, Migme sempat melakukan akuisisi terhadap situs e commerce fesyen Shopdeca. Namun langkah tersebut gagal memberikan keuntungan, hingga akhirnya mereka menghentikan operasi situs Shopdeca lantaran dianggap berkontribusi paling besar terhadap kerugian mereka.  Shopdeca sendiri berdiri sejak 2013 lalu, di mana situs ini menawarkan ragam produk desainer lokal dan luar negeri dengan segmen pasar kelas menengah ke atas.

9. LYKE

e commerce
sumber: techinasia

Menggandeng selebriti kenamaan Agnez Mo sebagai salah satu petinggi aplikasi berbasis fesyen LYKE ternyata belum mampu mengoptimalkan sepak terjang start up yang dipimpin Bastian Purrer ini di Tanah Air. LYKE memanfaatkan teknologi machine learning berbasis gambar untuk membantu konsumen menemukan barang fesyen yang menjadi inspirasi mereka melalui fitur “image search”.

Dengan mengunggah sebuah gambar di aplikasi LYKE, maka pengguna akan langsung dibawa ke dalam pencarian produk serupa. Hmm ide menarik sih, tapi apakah layanan itu benar-benar dibutuhkan masyarakat?

Meski pihak LYKE mengklaim bahwa aplikasinya telah diunduh 1,6 juta pengguna, namun transaksi yang terjadi dalam aplikasi nyatanya belum mampu menutup biaya operasional selama ini. Setelah resmi tutup, para pekerja LYKE pun dilebur ke ecommerce asal China, Jollychic.

10. Qlapa

e commerce
sumber: instagram.com/qlapa

Situs andalan bagi produk kerajinan tangan ini sempat digadang-gadang sebagai marketplace paling menjanjikan. Selama ini, Qlapa memang tidak terlalu gencar memberikan fasilitas diskon atau aneka promo kepada konsumen seperti halnya yang dilakukan banyak marketplace lain, dengan alasan ingin menghargai hasil kerja pengrajin.

Setelah sempat menghentikan sementara operasional selama 3 bulan, pihak Qlapa akhirnya menyampaikan ucapan perpisahan dan mengonfirmasi berhentinya secara total layanan mereka lewat laman situsnya. Banyak pihak terkejut dan menyayangkan keputusan yang diambil, sementara pihak Qlapa sendiri juga tidak menjelaskan lebih detil dan gamblang kepada publik alasan penutupan tersebut.

Apa ya hikmahnya buat para UKM? Dalam sebuah sesi workshop, salah satu coach bisnis pernah bilang, bahwa menjalani sebuah bisnis itu, 80 persen mendayagunakan muscle (otot). Entah dalam situasi apa pun, si owner harus mati-matian mempertahankan usahanya, meski terkadang harus menyesuaikan dan ganti strategi tertentu.

Biasanya dalam 5 tahun pertama, bisnis itu akan sampai pada tipping point yang menentukan apakah ada tanda-tanda naik (scale up) ke atas atau malah turun menukik ke bawah. Dan, lagi-lagi faktor muscle yang akan menentukan arah anda akan kemana 🙂

Bisnis digital memang cenderung lebih cepat naik, rata-rata 5 tahun dengan modal besar, namun dengan risiko yang besar pula, contohnya Gojek dengan investasi triliunan dari perusahaan-perusahaan raksasa. Tak sulit bagi mereka memperluas pasar dan mengakuisisi pelanggan. Sedangkan, bisnis konvensional rata-rata butuh 10 tahun untuk mencapai tipping point.

Jadi, mending pilih mana start up atau konven?

*berbagai sumber/Dailysocial

Baca juga :Situs Baru MatahariMall vs Lazada

 


Posted

in

by

Comments

4 responses to “10 Perusahaan E Commerce Ini Resmi Tutup di Indonesia”

  1. Fakhruddin Avatar

    Kalau saya lihat, persaingan e-commerce di Indonesia memang luar biasa. Dari pemodal besar sampai Ibu Rumah Tangga bisa menjalankan jenis bisnis ini. Jadi tidak heran jika membuat bisnis ini penuh sesak dan siapa yg tidak kuat akan semakin terhimpit.

    1. Tya Avatar

      Kl pangsa pasar sih ada rezeki msg2 ya, tapi khusus e commerce yg gede2 ini rata2 kl sy liat gk pny keunikan khusus, semua flat sama aja, jualannya itu2 juga, strategi marketing jg cenderung banting2 an harga 😀
      Kl jualan product brand kan msh bs dikulik positioning-nya hihi

  2. anda Avatar
    anda

    Berarti memang betul apa kata pepatah, “Dari setiap 100 perusahaan baru yang muncul di tahun pertama hanya 10 perusahaan yang mampu bertahan pada 5 tahun mendatang”, mungkin memang bukan angka yang mutlak dari pepatah itu tapi akhirnya seleksi alam yang menentukan.

    Mungkin lebih tepatnya terletak di Data-Driven, kalau memang mampu mengolah bigdata yang masuk, kemungkinan akan bisa survive. Tapi betul juga sih, cenderung bakalan bantingan2an harga.
    Tapi ada kemungkinan juga karena dari awal mereka sudah “bermain” dengan modal besar maka sekali drop akan susah untuk bangun.

    Sekarang para Empunya marketplace pada tutup, kira-kira sellernya makin penuh disatu titik dengan banyak sekali dropshipper alias menjual dengan barang yang sama. Akhirnya order akan memenuhi produk yang paling murah di marketplace, ada kemungkinan juga dropshipper yang mendapatkan harga dari tangan ke 3, 4, 5 akan gugur satu persatu. Kenapa saya tidak cantumkan angka 2, karena saya lihat tangan ke 2 masih bisa survive :D.

    Dari awal muncul online retail, para pemain pertama alias tangan pertama sudah berani menjual produknya sendiri dengan harga super murah. Seperti api dalam sekam, alias musuhnya itu sendiri kadang resselernya sendiri. Tapi mungkin hanya segilintir “orang” yang bermain seperti itu. Masih ada “YASA” yang punya resseler seluruh indonesia, terakhir saya lihat di metro tv :D.

    Cenderung malah kalau saya lihat yang lebih bertahan lazada dan bhinneka (selagi belum ada kasus tambahan ya setelah adanya tukar sabun he2x).
    lazada: data-driven.nya ok, dan akuisisi merchant aga kurang ok kalau saya lihat.
    bhinneka: toko yang berdiri lama ini saya lihat baru2 dalam memasuki ranah marketplace, tapi dengan conversi pengunjung sya lihat juga ok. dengan tutup buku omzet tahun 2015 sebesar 300 M.

    Wah komentarnya kepanjangan nih mba listya maaf ya he2x. Itu hanya analisa saya dan komentar saya terhadap artikel mba listya. Karena saya dari tahun 2013 juga sebagai pemerhati bisnis ecommerce dan dunia startup jadinya saya banyak baca-baca. Sampe2 terjun (nyemplung malahan ha2x) langsung di bisnis ini.

    Salam

    1. Tya Avatar

      Wahh, nice review, makasiiihh ya 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!