Mungkinkah bisa menjadi selebriti sukses, tanpa strategi pemasaran yang cerdas? Di akhir tahun 2017 lalu, publik sempat dibuat terheran-heran dengan aksi musisi Taylor Swift yang tiba-tiba menghapus semua postingan di akun media sosialnya.
Tak hanya itu, ia juga mengunggah sebuah video yang menggambarkan kibasan seekor ular. Namanya musisi besar, tentu saja setiap langkah penyanyi dengan sapaan TayTay ini pasti akan menjadi sorotan publik.
Dan, benar saja banyak netizen dan media yang ramai-ramai menggunjingkan sikap Taylor tersebut. Spekulasi bermunculan, jika penyanyi kelahiran 1989 ini akan segera meluncurkan album baru. Hal ini pun menyeruakkan kembali keterlibatan drama dirinya dengan sejumlah artis, seperti Kanye West, Kim Kardashian, dan Katy Perry. Rupanya ketimbang kesal berlebihan, TayTay justru lebih memanfaatkan situasi tersebut untuk kepentingan promosinya.
Upaya tersebut memang membuahkan hasil spektakuler. Dalam waktu 18 minggu, album “Reputation” miliknya sukses melewati penjualan 2 juta kopi hanya di Amerika Serikat saja. Album tersebut menjadi yang pertama menyentuh penjualan jutaan kopi di tahun 2017, setelah album “25” milik Adele tahun 2015 lalu.
Tak hanya itu, single perdana dalam album tersebut “Look What You Made Me Do” yang disinyalir kuat menyindir keras Kim Kardashian dan Kanye West, turut menjadi trending topic media sosial di hari pertama peluncurannya.
Tak cuma Taylor, Jay Z juga termasuk musisi yang jeli memanfaatkan potensi digital untuk membangun personal branding-nya. Dalam blognya Life+Times, suami Beyonce ini membangun brand-nya, sebagai orang yang begitu passionate terhadap musik, olahraga, fesyen, dan gaya hidup. Senjata rahasia agar bisa menyuarakan sesuatu yang mampu memengaruhi audiensnya, adalah pemasaran, konten, dan storytelling.
Apa saja yang bisa dipelajari dari strategi kampanye para selebriti itu?
Melakukan sesuatu yang tak terduga
Menghapus semua postingan akun media sosial? Lumayan dramatis bukan yah.. TayTay dan tim pemasarannya berdalih, jika langkah menghapus semua jejak digital menandakan arah dan kelahiran baru sang bintang, sesuai tema yang diusung album barunya “Reputation”.
Oke itu Taylor Swift yah, tapi buat kita mengambil langkah menghapus akun media sosial untuk menarik perhatian, nggak bakal ada juga yang peduli lah 😀 … Jadi, jenis taktik ini memang bagus jika digunakan untuk bisnis yang sudah besar dan dikenal banyak orang.
Tentu, masih banyak jenis pemasaran “out of the box” yang bisa dimanfaatkan bagi brand baru. Tapi, pastikan kampanye yang diusung sesuai dengan karakter atau pesan yang ingin disampaikan brand.
Bermain-main dengan kepribadian
Jelas, ada dua tipe kepribadian Taylor Swift. Pertama, ia adalah seorang wanita biasa yang juga memiliki keluarga dan teman-teman dekat untuk menghabiskan waktu bersama. Kedua, ia adalah seorang figur publik yang memiliki banyak fans. Ia dinilai memiliki kemampuan menulis lagu dan strategi yang baik di industri musik (beberapa orang bahkan sempat menyebutnya sebagai psikopat). Ia memang selalu terlihat bermain-main di dua ranah tersebut.
Bagaimana jika kita tak suka diekspos publik? Mungkin agak berat yah… Kita bisa ambil pelajaran dari para selebriti, misalnya Jay-Z. Pada akhirnya, ia hanya seorang pria biasa, tanpa ekspos publik, ia pun hidup dalam samar-samar. Para selebriti selalu dituntut untuk bersinar. Mereka naik panggung tanpa keraguan. Begitulah semestinya brand dibangun.
Menurut konsultan pemasaran Chris Kilbourn, kesunyian tidak bisa diterima. Dengan menjadi eksis, banyak peluang bisa didapat seperti, klien baru, pekerjaan baru, kenaikan trafik /penjualan, serta lainnya. Masalahnya, banyak pemasar dan pemilik brand tak punya waktu untuk eksis di dunia maya dengan strategi konten yang tepat.
Fokus menjaring audiens yang kokoh
Pendiri GetPublicized, sebuah platform yang membantu para start up menyampaikan cerita dan membangun hubungan dengan media, Jane Boland, mengatakan, penting untuk fokus membangun audiens yang kokoh (kualitas), bukan sekedar banyak (kuantitas). Tak perlu melakukan taktik agresif, seperti membeli fans atau followers. Biarkan saja berjalan secara organik.
“Apa yang bekerja bagi saya adalah tetap menjadi otentik dan mulai dari yang kecil,”kata Boland.
Menurutnya, banyak eksekutif yang benar-benar baru terhadap dunia digital, seperti media sosial dan blog, di mana memulai untuk pertama kalinya bisa jadi sangat melelahkan. Maka, penting, bagi kita untuk menemukan sesuatu yang benar-benar menyenangkan, dan mulailah dari sesuatu yang personal atau profesional.
Salah satu kelebihan Taylor Swift, sebagai figur publik adalah upayanya untuk memiliki keterikatan dengan para fans die hard bahkan berinvestasi membentuk komunitas. Ia benar-benar berinteraksi dengan hidup para fansnya. Ia juga tahu siapa mereka, berbicara bahkan mendengarkan.
Banyak contoh di mana TayTay begitu perhatian pada para fansnya, dari mulai menghampiri seorang gadis remaja yang rela menunggu seharian untuk bisa bertemu dirinya, mendatangi fansnya yang sudah berusia 96 tahun di rumahnya Missouri, AS, hingga membelikan rumah untuk salah satu fans tunawisma di Manchester.
Cerita-cerita sederhana semacam itu, kerap dibagi TayTay di media sosial. Seperti halnya, sebuah brand, dalam dunia digital sangat terbuka peluang untuk tidak hanya menciptakan komunikasi satu arah, melainkan dialog dua arah.
Sumber: Contently /startupventurecapital/forbes
Leave a Reply