
Bagi pelaku usaha B to B, pitching biasa menjadi salah satu strategi menjual ide kepada calon klien demi memenangi sebuah proyek. Tak cuma itu, keterampilan pitching juga bisa berguna ketika kita ingin mencoba meyakinkan investor untuk mendanai rencana usaha kita.
Sebetulnya, kita memang sudah tak asing dengan pitching, karena teknik ini sama persis dengan teknik presentasi pada umumnya yang mungkin sudah biasa kita lakukan sejak masa sekolah dulu. Namun, teknik presentasi tradisional yang hanya sekedar memaparkan informasi tanpa ada upaya memikat pendengar bisa jadi sudah tak relevan lagi saat ini.
Di kala setiap pikiran manusia sudah dipenuhi dengan beragam informasi, maka seni bercerita dalam pitching perlu menjadi pertimbangan agar calon klien atau investor tertarik dan siap mengambil keputusan untuk bekerja sama dengan kita.
Kenali audiens
Entah calon klien atau investor, siapa pun mereka, kita wajib mengenali aktivitas mereka lebih dalam. Informasi yang lengkap tentunya akan membantu kita untuk mengatur flow presentasi dan menekankan poin-poin penting di hadapan mereka. Dengan demikian, kita juga bisa memperkirakan pertanyaan-pertanyaan potensial apa saja yang akan muncul setelah presentasi usai.
Cerita yang baik
Seorang psikolog sosial dan pakar pemasaran Jennifer Aaker pernah mengungkapkan, ketika data dan cerita digunakan bersamaan, maka akan menggerakkan pikiran audiens secara intelektual maupun emosional. Kala kita bercerita, akan cenderung membawa audiens berkelana dari satu perspektif ke perspektif lainnya.
Dalam cerita, selalu ada awal, pertengahan, dan akhir. Di satu sisi, ada masalah yang harus dipecahkan dan hanya ada satu cara pula untuk memecahkannya. Jangan cuma membeberkan fakta, sisipkan pesan layaknya dongeng epik. Sedangkan, untuk membuat cerita masuk akal, tentukan siapa pahlawannya. Siapakah sang pahlawan itu?
Klien adalah pahlawan
Dalam pitch yang bagus, dan era customer centric seperti saat ini, tentu saja sang pahlawannya adalah si calon klien. Ide yang kita presentasikan akan menjadi perangkat yang mereka gunakan untuk membabat musuh-musuh alias kompetitor mereka. Biarkan cerita itu masuk ke ego mereka. Tak penting seberapa kerennya ide kita, namun yang dibutuhkan calon klien dari kita adalah wawasan, pengalaman, dan strategi untuk menghasilkan resolusi.
Power Point hanya “tambahan” visual
Gaya lama yang biasa kita lakukan saat presentasi biasanya membaca apa yang sudah ada layar. Maka, patut diingat bahwa power point hanya “tambahan” visual saja, bukan sarana bercerita. Berikut adalah beberapa hal yang perlu diingat saat memanfaatkan power point:
- Pastikan slide hanya berupa visual dengan dominasi headline atau judul.
- Jika terlalu banyak menyajikan poin-poin, yang ada audiens malah justru membaca poin itu dan tidak memperhatikan kita bicara
- Tidak menggunakan font terlalu kecil
Berlatih membuat sempurna
Mungkin agak terdengar basi, tapi dengan melatih cara bicara lewat penekanan poin-poin penting dan mempertahakan tempo bicara, tentunya akan membuat kita merasa nyaman. Apalagi, saat kita mendapat pertanyaan, berlatih akan membuat kita lebih tenang menanganinya. Jika kita tak mampu menjawab pertanyaan audiens dengan jelas, maka mereka pun akan berpikir jika kita tak siap dan layak menerima proyek itu.
Sumber: Inc/start us magazine
Leave a Reply