Ada salah satu kutipan cukup menggigit yang dikemukakan oleh Simon Sinek, “no matter how good your product is, no matter how good your marketing is, no matter how good your design is, but if you don’t understand people, you don’t understand business.”
No wonder, coz our customers, clients, and employees are people 🙂
Konsumen adalah bagian penting itu. Maka, mengetahui archetype atau persona kelompok target audiens memungkinkan perusahaan secara pas untuk mempresentasikan produk dan jasa ke pembeli potensial. Menurut kamus wiki, persona itu artinya peran sosial yang dimainkan masing-masing aktor.
Faktor personal
Keputusan dan perilaku membeli juga dipengaruhi oleh karakteristik individual dari tiap-tiap konsumen itu sendiri. Dalam kategori ini, brand biasanya menggunakan rumus demografi dan perilaku, seperti usia, gender, status pernikahan, pekerjaan, kepribadian, tujuan hidup, dan gaya hidup. Praktisi ritel dan pemasaran Paulina Pungky pernah mengatakan, menyusun persona itu tak cukup hanya tahu sebatas demografi saja, tapi gali juga kehidupan orang itu, dari mulai melihat lingkungan sosialnya, kalau makan nongkrong di mana, belanjanya di mana, konsumsi media apa, suka musik apa dan sebagainya 🙂
Usia dan siklus hidup
Seseorang tidak akan membeli produk atau jasa yang sama selama 20-70 tahun. Gaya hidup, nilai, lingkungan, aktivitas, hobi, dan kebiasaan konsumsi terus berkembang selama orang itu hidup. Misalnya saja perubahan konsumsi seseorang dari makanan tak sehat ke makanan organik seiring bertambah usia. Siklus hidup orang yang masih lajang dan setelah menikah tentu juga akan memengaruhi pola konsumsi.
Kemampuan membeli dan pendapatan
Faktor ini pastinya dipengaruhi oleh pekerjaan orang itu, semakin tinggi penghasilan, maka semakin pemilih seseorang dalam keputusan membelinya. Bagi orang-orang yang mementingkan status, maka “nilai sosial” dari sebuah produk makin penting untuk menunjukkan siapa mereka.
Gaya hidup
Gaya hidup di sini mencakup aktivitas, ketertarikan, nilai, dan opini. Gaya hidup seseorang tentunya akan memengaruhi perilaku dan keputusan membeli.
Kepribadian dan konsep diri
Kepribadian adalah seperangkat sifat dan karakter spesifik tiap individu. Inilah produk atas interaksi karakter psikologis dan fisiologis seseorang yang menghasilkan perilaku konstan. Tipe kepribadian di antaranya, ekstrovert, introvert dengan ragam sifat umum, seperti percaya diri, otonom, karisma, ambisi, pemalu, ingin tahu, adaptif dan lainnya.
Gambaran diri seseorang ini akan memengaruhi keputusan atau cara mereka hidup sehari-hari. Untuk menarik konsumen, banyak brand yang berupaya membangun imej dan kepribadian untuk menyampaikan sifat dan nilai seseorang yang menjadi target pasar mereka. Misalnya, Apple yang sejak awal membangun imej inovasi dan kreativitas untuk mengidentifikasi pasar yang merasakan nilai serupa.
Faktor psikologis
Untuk faktor psikologis dapat dibagi menjadi 4 kategori utama, seperti motivasi, persepsi, belajar hingga keyakinan dan perilaku.
Motivasi
Motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Ini adalah ekspresi kebutuhan yang menggiring konsumen untuk mendapat kepuasan. Biasanya motivasi ada di alam bawah sadar dan sulit untuk diukur. Berdasarkan riset, brand harus memilih tipe produk yang sekiranya bisa membangkitkan keinginan orang untuk membeli.
Persepsi
Persepsi adalah proses yang dilalui seseorang, dalam memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi yang diterima untuk membuat sesuatu itu masuk akal. Tergantung dari pengalaman, keyakinan dan karakter personal, setiap individu akan memiliki persepsi berbeda satu sama lain. Kalau dalam ilmu komunikasi itu, setiap orang punya sensory spot yang bisa disentuh, misalnya tipe visual, auditory, kinesthetic, olfactory, dan gustatory. Cari sendiri artinya yah 😀
Belajar
Lewat belajar, juga bisa memengaruhi perilaku individu setelah orang itu menerima informasi dan pengalaman. Misalnya, seseorang merasa sakit setelah jajan di pinggir jalan, maka ia cenderung memiliki pengalaman negatif dengan jajanan pinggir jalan. Lalu, ia mulai mengasosiasikan jajanan pinggir jalan dengan kesehatannya. Jadi, ia pun cenderung tak akan membeli jajanan pinggir jalan lagi. Sama halnya, jika seseorang memiliki pengalaman baik dengan sebuah produk, maka orang itu akan memiliki hasrat untuk membeli lagi di lain waktu. Itulah mengapa membangun imej baik penting bagi brand.
Keyakinan dan perilaku
Keyakinan atau agama adalah faktor yang juga dapat menentukan perilaku membeli seseorang. Keyakinan sama halnya dengan perilaku sudah terbentuk dalam pola pikir individu. Bagi banyak orang, keyakinan dan perilaku merupakan bagian dari kepribadian yang menunjukkan identitas mereka. Itulah pentingnya memahami, mengidentifikasi, dan menganalisa keyakinan dan pola perilaku konsumen untuk menyampaikan pesan pemasaran yang sesuai dengan mereka.
Misalnya saja, penjualan tertinggi minuman beralkohol di Indonesia, ada di Bali (ini sudah diamini direktur sales Multi BIntang yah hehe), ya gak heran karena di Bali mayoritas bukan berpenduduk muslim. Contoh lain, jualan daging sapi di India, mungkin gak akan selaku di negara-negara muslim, yah wajar karena mayoritas penduduk India adalah Hindu yang sangat mensakralkan sapi.
—
Nah, dengan memahami dan mengidentifikasi faktor-faktor tersebut tentu akan lebih mudah bagi brand untuk mengembangkan strategi dan pesan pemasaran dalam kampanye iklan dengan lebih efisien. Mungkin tidak ada brand hanya bergantung pada salah satu faktor saja, melainkan kombinasi di antaranya. Aset sesungguhnya adalah kala kita mampu memenuhi keinginan dan menyelaraskan nilai dengan pola pikir konsumen.
Theconsumerfactor.com/cnn/berbagai sumber
Leave a Reply