Saat ini membuat sebuah produk fesyen atau craft bukanlah hal sulit, toh semua orang mampu melakukannya. Tetapi, untuk menciptakan karakter dan menyelipkan nyawa dalam sebuah produk bukanlah hal mudah yang bisa dilakukan setiap orang.
Tri Setio Utomo adalah salah satu desainer batik yang menonjolkan cerita di balik pembuatan setiap kain batiknya dengan label namanya sendiri “Setio Utomo. Ia mengungkapkan, pentingnya bagi para creativepreneur membuat cerita dan filosofi produk sebagai nilai tambah dan menjadi “stand out” saat dijual ke pasaran.
“Anda bisa mengambil inspirasi dari mana pun untuk membuat produk, seperti alam, benda lain, musik, sejarah, buku, film, tapi jangan pernah menjadi plagiator dari produk orang lain,”katanya di sela seminar “How to Promote Product Design and Craft”, AYCIF 2015 di Jakarta (29/8).
Setio mengungkapkan, nilai tambah dari sebuah produk yang telah disesuaikan dengan segmen pasar tentunya mampu mengangkat nilai jual produk itu sendiri. Artinya, konsumen rela membayar berapa pun demi mendapat value itu.
Selain cerita, sebuah produk juga harus mampu mengomunikasikan pesan ke calon konsumen, seperti bagaimana dibuat? Kenapa anda membuatnya? Apa material yang digunakan? Bagaimana prosesnya? Apa yang sebenarnya memaknai itu semua?
Sedangkan, Presiden Direktur Alun-Alun Indonesia Pincky Sudarman mengatakan, menjadi seorang creativepreneur tak hanya bermodalkan uang saja, tapi juga fokus dan passion. Artinya, kita harus siap berkomunikasi dan menjalin relasi baik dengan banyak pihak, termasuk para pengrajin dan maestro-maestro hebat di Tanah Air.
ASEAN Youth Creative Industri Fair (AYCIF) 2015 diselenggarakan di Kota Tua, Jakarta selama dua hari berturut, yakni 29-30 Agustus 2015. Ajang ini juga menjadi wadah bagi anak muda untuk berkreasi tak hanya melalui produk kreatif fesyen, namun juga film, permainan, serta musik tak hanya dari lokal, tapi juga negara anggota ASEAN lainnya.
Leave a Reply