“Big mistakes, big huge, I have to go shopping now”.
Itulah salah satu dialog dalam film komedi romantis Pretty Woman tahun 1990 yang dikemukakan Vivian Ward (diperankan Julia Roberts) pada seorang sales assistant saat kembali ke sebuah butik mewah yang pernah meremehkannya, karena dianggap tak mampu membeli barang-barang mahal di toko itu.
Tak hanya cerita film, mungkin anda masih ingat, jika hal serupa pernah dialami salah satu selebriti terkaya dunia (kekayaan bersih 2,8 juta dolar), Oprah Winfrey saat mengunjungi butik mewah Trois Pommes di Zurich, Swiss sekitar 2 tahun lalu.
Tanpa make up dan tatanan gaya rambut berlebih, Oprah mendatangi butik mewah di Zurich di sela liburannya setelah menghadiri pesta pernikahan penyanyi sekaligus sahabatnya Tina Turner.
Saat ingin membeli sebuah “tas crocodile” berharga 38 ribu dolar (sekitar Rp400 juta), si sales assistant toko yang tidak mengenali Oprah saat itu berkata, “Tas itu terlalu mahal bagi anda, anda tak akan mampu membelinya,”.
Akibat insiden tak menyenangkan tersebut, persoalan rasisme pun kembali menghiasi pemberitaan media massa internasional saat itu. Meski, sang pemilik butik Trudie Gotz (yang juga hadir sebagai tamu Tina Turner) telah meminta maaf, namun banyak pihak menyayangkan terjadinya hal itu.
Mungkin ungkapan dari seorang fashion stylist Rachel Zoe selama ini ada benarnya, “Style is a way to say who you are without having to speak”.
Tapi, ada fakta mengejutkan berdasarkan hasil studi Harvard Business School mengenai penampilan orang-orang yang belanja ke sebuah butik mewah.
Temuan menunjukkan, jika orang-orang dengan penampilan non formil justru memiliki sinyal akan membeli lebih banyak dibanding orang dengan penampilan “wow”, anggaplah menggunakan jaket kulit atau gaun indah.
Riset tersebut dipublikasikan dalam Journal of Consumer Research yang ditulis oleh mahasiswi doktoral Silvia Bellezza dan dua profesor Harvard. Hasil temuan berdasar riset yang dilakukan di butik mewah di Milan, menunjukkan para pegawai-nya lebih menerima orang-orang dengan penampilan informal/santai (dengan baju olahraga) dibanding mereka yang memiliki penampilan formil.
Seorang editor yang pernah bekerja di beberapa media ternama, Stephanie Trong ingin membuktikan kebenaran teori tersebut. Maka, ia pun mendatangi beberapa butik mewah di kawasan Madison Avenue, NY tahun lalu, seperti Bergdorf Goodman, Prada, Chanel, Barneys New York, Saint Laurent, dan Louis Vuitton dengan penampilan yang sengaja dibuat apa adanya.
Stephanie membawa seorang teman, Jeremy yang tentu saja berpakaian rapi sebagai perbandingan, lalu mereka mulai meriset kecil-kecilan, memasuki toko satu per satu, berkeliling, dan melihat barang-barang yang dipajang di butik layaknya pengunjung sungguhan.
Terlihat beberapa sales assistant baik pria dan wanita berpenampilan super rapi di tiap butik yang didatangi. Para sales assistant ini bertugas untuk menyapa pengunjung dengan ramah, serta membantu dan melayani para calon konsumen untuk memilih barang yang cocok.
Kesimpulannya? Berdasarkan eksperimen Stephanie, ia menganjurkan, agar jangan pernah pergi ke butik mewah dengan penampilan seadanya jika anda ingin dilayani dengan baik 🙂
Memang benar, ada beberapa pengecualian, tapi eksperimen Stephanie Trong sebagian membuktikan, bahwa ia kerap diabaikan para staf butik mewah itu.
Bahkan, tak sedikit dari staf penjualan yang saling bergunjing satu sama lain, meski di dalam toko tersebut sedang sepi pengunjung. “Not a great feeling”. Sedangkan, sang kawan Jeremy (yang berpakaian rapi) selalu mendapat sapaan baik saat mendatangi atau meninggalkan toko.
Ya tentu saja, idealnya anda tak perlu harus berpenampilan berlebih hanya untuk sekedar ingin disapa atau disenyumi oleh staf butik bukan? 🙂
*berbagai sumber/dailymail/fashionista.com
As a reminder, berikut ini adalah cuplikan adegan Vivian Ward dalam film Pretty Woman saat mengalami penolakan di sebuah butik…
scene 1
scene 2
Leave a Reply