purple cow

Purple Cow: Cara Beriklan Biar Digubris Calon Konsumen

Ideas that spread, WIN.

Itulah tagline yang digaungkan dalam sebuah video yang ditayangkan TED berisi paparan praktisi pemasaran Seth Godin tentang bagaimana membuat ide-ide kita bisa menyebar? Apa pun profesi kita, seperti akademisi, entrepreneur, atau politisi, tentu sangat penting membuat sebanyak mungkin orang mengetahui gagasan-gagasan kita. Makin menyebar gagasan kita, maka semakin besar pula dampak yang bisa dihasilkan. Terlebih, jika itu merupakan gagasan hebat.

Kalau dalam ilmu pemasaran, selama ini kita mengenal unsur 7P, seperti product, promotion, price, place, people, physical environment, process, maka ada satu lagi P yang tak boleh dilupakan, yakni Purple Cow. Istilah Purple Cow digunakan Seth Godin untuk menggambarkan sesuatu yang baru, menarik, eksepsional alias ‘remarkable’ atau luar biasa. Kenapa? Karena menjadi bagus itu membosankan, menjadi rata-rata juga jelek, berada di zona nyaman justru berisiko. Sesuatu yang membosankan tidak akan terlihat, itulah sapi-sapi berwarna cokelat (brown cow).

Sekarang, kebanyakan orang menjual produk rata-rata untuk rata-rata orang. Bagi Godin, penting untuk mencari kelompok orang yang benar-benar terobsesi terhadap sesuatu. Jika dalam iklan tawaran kita tidak cukup punya konsep di luar kotak, maka sulit untuk terlihat.

Dikutip dari artikel financialbrand, saat pertama kali orang melihat iklan, mereka seperti tidak melihatnya. Kedua kalinya, mereka tidak menyadarinya. Ketiga kalinya, mereka mulai menyadari adanya produk Anda

Kali ke-4, mereka memiliki perasaan sekilas bahwa mereka telah melihatnya sebelumnya. Kali ke-5, mereka baru mulai benar-benar membaca iklan. Kali ke-6, mereka sedikit kesal.

Ke-7 kalinya, mereka berpikir, “Ini iklan yang membingungkan lagi.” Ke-8 kalinya, mereka mulai bertanya kepada teman atau tetangga apakah sudah mencobanya. Ke-9 kalinya, mereka bertanya-tanya bagaimana perusahaan membayar semua iklan ini.

Ke-10 kalinya, mereka mulai berpikir bahwa itu pasti produk yang bagus. Ke-11 kalinya, mereka mulai merasa produk tersebut memiliki nilai. Ke-12 kalinya, mereka mulai merasa seperti mereka menginginkan produk seperti ini untuk waktu yang lama.

Ke-13 kalinya, mereka menerima bahwa mereka akan membelinya suatu saat nanti. Ke-14 kalinya, mereka membuat komitmen untuk membeli produk. Ke-15 kalinya, mereka menghitung uang mereka dengan sangat hati-hati. Prospek ke-16 kali melihat iklan, mereka membeli apa yang ditawarkan.

Hahahaha muleesss banget deh, kira-kira bisa dibayangkan yah, berapa banyak duit dan effort yang harus dikeluarkan  perusahaan atau brand, hanya untuk membuat produk mereka terlihat. Sayangnya, berapa pun dana yang dikeluarkan, selama kita hanya beriklan pada orang-orang yang tak butuh atau peduli-peduli amat, semuanya akan sia-sia.

Itulah mengapa konsep “remarkable” bagi Godin menjadi penting pada era di mana orang-orang hanya punya lebih sedikit waktu dan pilihan semakin banyak. Namun, menjadi remarkable yang dimaksud tentu tidak harus membuat kita  tampil bak Ozzy Osbourne atau Lady Gaga.

Dalam sebuah ulasan di situs Inc.com, istilah ‘Purple Cow’ Godin ini memang debatable. Sebagai pemasar, tentu kita tak hanya butuh sekedar atensi, tapi kita ingin penjualan. Menjadi remarkable saja tak cukup, tapi  harus remarkable yang bermakna bagi audiens pasar kita. Maka, kita harus melakukan sesuatu yang beda, tapi mesti dipikirkan juga bagaimana tetap relevan dan bermakna. Tak perlu jadi remarkable untuk sesuatu yang orang juga gak peduli-peduli amat.

iklan
sumber: chubbychipotle

Bahkan Godin sendiri pernah menulis “being noticed is not the same as being remarkable” yang dipublikasi Guardian, tepat empat tahun setelah bukunya “Purple Cow” terbit. Dalam tulisan itu, ia mencontohkan, kamu bisa keluar ke jalanan tanpa benang sehelai pun, semua orang pasti perhatian. Tapi, setelah itu apa? Apa makna dan gunanya bagi mereka?

Saya akan mencoba memberi contoh seperti apa sih sesuatu yang “remarkable” itu. Di zaman digital yang sudah dibanjiri banyak informasi, bisnis media yang menyajikan konten biasa-biasa saja pasti tak akan dilihat. Kalau kita baca Kompas atau Detik untuk kelas menengah atas, rasanya so yesterday yah! Anak milenial sekarang tak cuma sekedar butuh informasi, tapi juga konten yang membuka ruang bagi mereka untuk berdiskusi, beropini, bahkan curhat. Kuncinya relevan dan down to earth. Itulah jualan media-media jaman now, semacam Mojok atau Voxpop.

Topik yang disajikan bisa jadi seserius atau seilmiah Kompas, tapi dikemas dengan gaya satir, sedikit nyeleneh, namun tetap cerdas dalam penyampaian. Misalnya, kalau kita bicara soal pelanggaran lalu lintas di Indonesia, mungkin sudah basi, karena sebagian besar kita juga tahu rata-rata pengendara di sini minim disiplin. Tapi, bagaimana jika mengambil perspektif seperti “Tipe-tipe Orang Goblok di Lampu Merah” , dan benar saja banyak banget netijen budiman kita  langsung pada dongkol dan sewot : D

Siapa target marketnya? Yah, orang-orang yang sering menyetir sendiri, dan ketemu sama salah satu tipe orang goblok di lampu merah, atau mungkin malah kita sendiri yang  masuk ke salah satu tipe orang goblok itu? Wkwkwkwk….Bagi yang lebih suka naik kendaraan umum, mungkin konten itu biasa saja, tapi bagi  mereka yang sering bawa kendaraan sendiri dan sering ketemu orang “goblok” di jalan raya,  itu konten yang “remarkable” loh 😀

Semakin kita bisa menjadi  “remarkable”, maka semakin dilihat bermakna pula kita di mata audiens. Petinggi sebuah advertising agency di Jakarta, Budiman Hakim pernah ditanya, iklan yang bagus itu seperti apa? Dia bilang yang menggugah emosi. Mencari ide untuk iklan itu sebetulnya tak perlu mumet-mumet amat, hanya bermodal kejelian dan sensitivitas yang berangkat dari pengalaman sehari-hari, nanti pasti ketemu. Pastikan juga benar-benar mengenal karakter audiens kita. (( Peeerrr banget ;))

Berikut ini juga salah satu iklan Thailand yang saya suka, benar-benar surprise banget deh, nggak nyangka kalau ternyata jualan…… Tebak sendiri 😀

&nbsp


Posted

in

by

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!