Abad 21 menjadi sejarah baru dalam perkembangan peradaban umat manusia. Kemajuan teknologi, kemudahan transportasi dan komunikasi memunculkan ragam peluang sekaligus persaingan ketat bukan hanya antar perusahaan atau divisi, tapi melibatkan semua orang di seluruh dunia.
Dalam sebuah video durasi 1 jam, seorang enterpreneur dan penulis asal Amerika Serikat (AS), mendiang Jim Rohn mengemukakan pandangan yang masih sangat relevan dengan kondisi saat ini. Menurutnya, demi keamanan ekonomi masa depan, maka sudah layaknya seseorang harus memiliki lebih dari satu keterampilan.
Menurut Jim, berdasarkan rumus ekonomi sederhana, seseorang dibayar karena bisa memberikan value (nilai) ke pasar atau masyarakat. Ada dua nilai yang ia maksud, yakni nilai dalam bentuk barang atau jasa serta nilai yang kita terapkan dalam hidup.
Pada dasarnya, lanjutnya, kita harus lebih keras memperbaiki diri dibandingkan bekerja. Bekerja akan membuat kita mendapat nafkah, tapi memperbaiki diri akan membuat kita hidup makmur. Maka, nilai yang diterapkan akan lebih banyak menghasilkan uang dibanding nilai yang kita berikan. Sebut saja, nilai apa yang diterapkan oleh seorang guru, entrepreneur, entertainer, pemasar atau manajer?
Pendapatan seseorang ditentukan oleh filosofi mereka bukan kondisi ekonomi. Kita tak perlu bekerja untuk memperbaiki kondisi ekonomi, tapi kita perlu bekerja untuk memperbaiki diri agar menjadi lebih bernilai.
Kini, otomatisasi adalah keniscayaan. Jutaan lapangan kerja pun bisa saja musnah tergantikan oleh kecerdasan buatan. Di satu sisi, perkembangan AI dianggap membawa kemaslahatan, namun di sisi lain juga membawa kengerian tersendiri bagi manusia. Hal ini kerap digambarkan dalam ragam film, misalnya Transcendence yang dibintangi Johnny Depp atau The Circle yang dibintangi Emma Watson dan Tom Hanks.
Lalu, pertanyaan besarnya, keterampilan macam apa yang sebenarnya dibutuhkan di tengah pergeseran ekonomi seperti sekarang? Mungkinkan manusia mampu menciptakan nilai yang bermakna di tengah dunia yang kian terotomatisasi?
Sentuhan manusia
Lembaga konsultan Guthrie Jensen, seperti dikutip dari situs World Economic Forum (WEF) merilis daftar keahlian yang layaknya dimiliki di masa depan (2020). Membangun kompetensi yang tak dapat terganti oleh mesin mesti jadi fokus. Semua dimulai dari, kemampuan (soft skill) problem solving dan kreativitas yang menjadi koentji sukses. Kehidupan akan berbanding lurus dengan kompetensi.
Berikut adalah beberapa daftar keahlian yang menurut para ahli harus diprioritaskan.
Complex Problem Solving
Benar adanya jika kecerdasan buatan mampu menyelesaikan masalah yang tidak bisa diselesaikan manusia. Namun, ketika suatu masalah tak bisa benar-benar dipetakan secara utuh, di sinilah peran manusia untuk merunut solusinya.
Critical Thinking
Mesin memang memiliki sisi positif dalam pemikiran kritis, namun manusia lebih mampu untuk terkoneksi, menginterpretasikan dan membayangkan konsep di tengah dunia yang penuh dengan ambiguitas. Seorang pengacara dapat menunjuk posisi penting kasus kliennya, atau seorang pemasar yang mampu memetakan pesan yang relevan bagi konsumennya.
Creativity
Kreativitas adalah tingkatan intuisi tertentu yang tak mampu diimitasi oleh kecerdasan buatan. Misalnya, bagaimana seorang arsitek mampu mendesain bangunan dengan cara demikian, dan mengapa musisi dapat berimprovisasi dalam memainkan nada? Tentunya, hal ini sulit dijelaskan oleh mesin cerdas sekalipun.
Selain ketiga kecakapan lunak di atas, beberapa keterampilan lainnya yang bisa dipelajari dan akan membantu hidup lebih baik adalah, manajemen orang, berkoordinasi dengan lainnya, pengambilan keputusan, kecerdasan emosi, dan negosiasi.
Lanjutannya è
Leave a Reply