Di era digital seperti sekarang atau masa depan, rasanya tak ada yang tak mungkin terjadi, termasuk membayangkan fenomena bank tanpa bank, resto tanpa resto, dan yang teranyar adalah kantor tanpa kantor. Sebagai salah satu kota metropolitan, tentu penting bagi Jakarta memiliki eksosistem untuk mewadahi para penggiat industri kreatif yang kian bertumbuh. Di antaranya, bagi para freelancer muda di bidang penulisan, desain, programing, hingga wirausaha pemula yang notabene belum memiliki kantor tetap.
Demi memfasilitasi fenomena perkembangan tersebut, inkubator dan co working space (tempat berbagi area kerja) pun banyak bermunculan di kota ini dan sekitarnya. Co working space telah menjadi tempat yang asyik dan nyaman tak hanya untuk bekerja, tapi juga berinteraksi, belajar, berkolaborasi, dan mengembangkan start up. Pertumbuhan co working space di beberapa kota besar di Indonesia memang tampaknya tak dapat dipisahkan dari fenomena gaya hidup berkantor di luar negeri, khususnya di Amerika Serikat (AS).
Namanya Lance Macon, ketika ia baru saja memulai perusahaan konsultasi real estate, ia tak menginginkan kantor tradisional. Namun, ia juga tak menginginkan bekerja, seperti di rumah atau kedai kopi. Macon pun memutuskan untuk bekerja di “coworking” space, di mana ia bisa mendapatkan meja, ruang konferensi, kopi, Wi-Fi, mesin foto kopi, minuman ringan, dan lingkungan kerja yang profesional.
“Saya harus bekerja di lapangan hampir setiap hari, jadi tak masuk akal kalau harus punya kantor reguler,”katanya dilansir Dailymail di tempatnya bekerja, Columbia Heights yang bertetanggaan dengan Washington.
Di Washington dan komunitas di seluruh dunia, terjadi pertumbuhan lingkungan kerja semacam itu yang cukup tinggi. Sebuah survei yang dilansir situs Deskmag, menunjukkan terdapat 7800 unit co working space di seluruh dunia hingga Oktober 2015. Lalu, tumbuh di atas 10 ribu unit di 2016, naik signifikan dari 3400 unit di 2013, dan 75 unit di tahun 2007. Area kerja berbagi ini dihuni lebih dari 500 ribu anggota, tumbuh 10 kali lipat sejak tahun 2011.
Profesor manajemen University of Michigan, Gretchen Spreitzer pun menyebutkan, jika gerakan co working berangkat dari perpanjangan alami konsep “sharing economy” yang telah menjadi tren global. Konsep ini berupaya mendayagunakan sumber daya tak terpakai untuk kepentingan bersama, seperti kendaraan atau properti. Maka, tak heran, jika kini makin akrab di telinga istilah ngantor tanpa kantor atau nginap tanpa hotel.
Berbagi kantor bersama orang-orang dari beragam latar belakang bidang sambil menggunakan ponsel pintar dan laptop kini sudah menjadi tren gaya baru bagi kaum muda urban. Salah satunya adalah EV Hive Jakarta, sebuah co working space yang berlokasi di antaranya, di Kuningan, Menteng, Sudirman, Kebayoran, dan BSD City.
Di sepanjang Jalan Satrio, Kuningan bukan pemandangan baru melihat gedung-gedung perkantoran menjulang tinggi diapit dengan ragam pusat belanja dan gaya hidup kelas menengah atas. Di antara deretan gedung pun ada sebuah bangunan bergaya minimalis kontemporer terdiri dari 3 lantai. Ketika anda masuk ke dalamnya, langsung disambut suasana adem dan nyaman bak di kantor atau malah rumah sendiri. Saya memang berkesempatan mendatangi EV Hive yang terletak di salah satu lokasi segitiga emas, Jalan Satrio Kuningan, Jakarta.
Bayangkan saja, kalau mau menyewa kantor di lokasi premium seperti ini berapa banyak kocek yang harus dikeluarkan? Bagi wirausaha pemula, tentu sangat memberatkan kantong. Belum lagi harus mengeluarkan biaya rutin untuk perawatan gedung dan ruangan, kelistrikan, perabotan, fasilitasi air serta masalah tetek bengek lainnya yang pasti bikin sakit kepala.
EV Hive sendiri menawarkan 4 fasilitas utama, seperti Flexi Desk, Event Space, Meeting Room, serta Small & Large Private Office yang bisa disewa harian atau bulanan dengan variasi harga tertentu sesuai waktu pemakaian. Harga juga sudah termasuk fasilitas yang bebas kita nikmati, seperti Wi-fi super kenceng, colokan listrik di tiap meja co working, free flow drinks, personal locker, member perks, community network, dan dedicated space. Asyik banget kan?
Kalau ingat masa lalu, belum musim ada co working space begini, saya juga suka kerja di mana-mana. Tapi, sering bingung cari tempat yang nyaman lengkap dengan colokan listrik dan Wifi tanpa harus merasa “diusir” kalau nongkrongnya kelamaan.
Alhasil, saya lumayan sering nangkring di salah satu riteler yang sekarang sudah tutup. Beli minuman mineral satu doang, tapi nongkrongnya sampai berjam-jam hahaha. Yah, itu pun kadang Wifinya suka lelet minta ampun. Mau balik ke kantor pun segan dan sering gak bisa konsentrasi, berasa terjebak, karena takut makin disuruh-suruh atasan hehe.
Bukan cuma itu saja, kondisi Jakarta yang macetnya kadang gak bisa diduga malah bakal membuang banyak waktu di jalan hanya untuk kembali ke kantor. Tapi, sekarang masalah para pekerja urban mobile atau wirausaha pemula yang memerlukan ruang untuk mengembangkan bisnisnya secara efektif dan nyaman, sudah bisa diatasi dengan kehadiran beberapa co working space di ibukota tercinta, salah satunya di EV Hive.
Jadi, kalau ditanya orang, ngantor di mana? Jawabnya di Kuningan, kan keren…. 🙂
Leave a Reply