Di era otomatisasi seperti sekarang, bekerja dari rumah atau kedai kopi telah menjadi tradisi banyak generasi milenial. Di Amerika Serikat, berdasarkan data statistik biro ketenagakerjaan 2015 , sekitar setengah dari karyawan di sana setidaknya pernah bekerja dari rumah. Sedangkan, perusahaan yang mampu menawarkan jam kerja fleksibel tersebut cenderung lebih dipertimbangkan para calon pelamar kerja dibanding yang tidak menawarkan sama sekali.
Pendiri dan CEO FlexJobs, Sara Sutton Fell mengungkapkan, beragamnya industri saat ini mematahkan asumsi banyak orang bahwa pekerjaan jarak jauh hanya bisa cocok bagi bidang terkait komputer atau layanan konsumen. Ia juga mencatat bahwa pertumbuhan pekerjaan dengan jadwal fleksibel cukup tinggi mencakup, pekerja profesional paruh waktu atau bahkan freelancer.
“Kini, banyak perusahaan menilai bahwa jam kerja fleksibel menjadi salah satu daya tarik bagi calon pelamar kerja. Jika kamu ingin mempertahankan talenta terbaik, maka ini saatnya untuk lebih fleksibel,”ujarnya.
Banyak perusahaan yang secara terbuka mendiskusikan bagaimana strategi program jam kerja fleksibel ini bisa diterapkan secara jangka panjang dan terkait secara langsung dengan tujuan bisnis dan nilai perusahaan.
Beberapa perusahaan teknologi raksasa, seperti Apple dan Amazon pun masif menawarkan jam kerja fleksibel ini. Misalnya saja pada 2017 lalu, Amazon mengumumkan akan mempekerjakan 5000 orang freelance, begitu pula Apple yang juga mencari karyawan di mana bisa bekerja dari rumah.
Senada, pendiri Virgin Group Richard Branson juga mengungkapkan alasan mengapa tim perlu memahami konsep jam kerja yang fleksibel. Di antaranya, permintaan yang meningkat, makin banyak talenta top memilih jam kerja yang fleksibel, serta memangkas biaya dan mendorong produktivitas.
Dengan fleksibelnya jam kerja dan tempat bekerja karyawan, biaya sewa kantor pun bisa dipangkas. Salah satu perusahaan software (InVision) bahkan mampu memiliki valuasi 1 juta dolar, 800 karyawan, meski tanpa kantor resmi.
“Layar menjadi tempat paling penting di dunia saat ini. Entah produk fisik atau virtual yang dijual, pengalaman konsumen adalah yang paling signifikan,”kata Pendiri dan CEO InVision Clark Valberg.
Namun, benarkah jika jam kerja fleksibel dan jarak jauh ini benar-benar cocok diterapkan bagi semua individu?
Dalam kajian baru Virgin Pulse, dibandingkan 10 tahun lalu, angka pekerja jarak jauh telah meningkat signifikan 115 persen. Memang tak dimungkiri bahwa bekerja jarak jauh dan fleksibel bisa mendorong pada kebebasan, otonomi, dan kehidupan seimbang. Namun, di luar dari keuntungan itu, para pekerja jarak jauh juga kerap mengalami rasa sepi, terisolasi, minimnya interaksi dan keakraban bersama tim.
Dalam studi tersebut, sebanyak 2000 karyawan dan manajer diwawancara secara global, di mana 2/3 pekerja jarak jauh ini tidak pernah berinteraksi dan lebih dari sepertiganya belum pernah tatap muka dengan timnya. Selain itu, para pekerja jarak jauh ini juga kurang setia untuk bergabung dalam satu perusahaan dalam jangka waktu lama.
Seiring dengan meningkatnya populasi para pekerja jarak jauh, justru beberapa perusahaan ini berupaya menarik kembali program tersebut, dan mendorong para karyawannya untuk berada di kantor setiap hari. Hal ini di antaranya dilakukan oleh Best Buy, HP, Reddit, IBM, dan Honeywell. Menurut mereka kolaborasi akan mendorong kerja tim, berbagi ide, dan pengambilan keputusan dengan cepat. Mereka pun percaya bahwa ini adalah cara terbaik membangun budaya yang kuat, interaksi, dan hubungan kerja.
“Para pemimpin ingin tim mereka memiliki pengalaman yang sama karena ini bagus untuk budaya dan bisnis,”kata Direktur Senior Honeywell Kiah Erlich.
Nah, tentu semua berpulang kepada diri masing-masing apakah kamu masuk tim kerja kantoran atau fleksibel?
Diolah dari CNBC/HBR/Inc
Leave a Reply