Saya tak pernah tertarik dengan minuman berenergi, tapi salut dengan strategi konten yang dilakukan Red Bull. Minuman berenergi yang didirikan tahun 1987 oleh mantan salesman pasta gigi Austria, Dietrich Mateschitz ini mampu mengubah cara berpikir kebanyakan orang tentang marketing. Salah satunya, melalui kreasi kampanye yang ekstrem dan out of the box.
Salah satu hal yang menjadi catatan penting mengenai strategi mereka adalah selalu meletakkan audiens di urutan pertama, sementara jualan produk jadi urusan kedua. Dalam tiap kanal, Red Bull kerap menggunakan taktik berbeda namun tetap memiliki konsep sama yakni, menciptakan konten dan pengalaman menarik, meski orang-orang tak peduli amat dengan brand minuman berenergi itu sendiri.
Mateschitz pertama kali mendapat ide membuat minuman energi saat berkunjung ke Thailand dan menemukan “tonik energi” yang dibuat oleh Chaleo Yoovidhya untuk membuat orang tetap “alert” alias terbangun. Setelah 3 tahun uji coba Red Bull di Austria, upaya Mateschitz sempat diragukan oleh dua pengusaha yang mengatakan, tidak ada permintaan untuk tipe minuman semacam ini. Namun, mereka salah.
Seiring berjalan waktu, Red Bull justru mendominasi lebih dari 43 persen pangsa pasar di tahun 2015 dan pernah menjual hingga 4,6 juta kaleng sepanjang tahun 2011 lalu. Lewat konten dan event seputar olahraga ekstrem dan festival musik yang menarget anak muda, Red Bull menjadi salah satu brand yang paling banyak dibicarakan di dunia.
Berikut adalah beberapa strategi tim in house media Red Bull bagaimana menciptakan konten viral:
Memaksimalkan ide di balik tagline
Strategi konten Red bull berawal dari tagline mereka sendiri, “Red Bull gives you wings”. Fokusnya pada ide di mana produk mereka memberi orang “wings” atau energi yang dibutuhkan untuk mewujudkan apa pun yang mereka mau.
Jika melihat konsistensi dan ragam konten menarik Red Bull yang kita temui di kanal medianya, tentu tak lepas dari peran tim Red Bull Media House (RBMH). Sekitar 10 tahun lalu, Red Bull membangun perusahaan media dalam upaya mendistribusikan konten digital premium.
Berawal dari Eropa, kemudian tim RBMH ekspansi ke Hollywood dan New York. Mereka tidak hanya eksis di media sosial, tetapi juga membuat kanal TV, majalah, games, news, buku bahkan produksi film feature. Upaya ini mendatangkan sukses besar dari segi pemasaran, dari perusahaan kecil menjelma menjadi kerajaan media global.
Konsisten dengan visual
Salah satu strategi branding adalah konten yang konsisten. Tak terkecuali, Red Bull juga mempertahankan konsistensi lewat visual branding yang menjadi kunci sukses brand ini. Kita bisa lihat rangkaian video di kanal Youtube mereka.
Bagaimana semua video selalu membuat para penonton tegang sekaligus terkesima, dengan ciri khas langkah cepat, intens tinggi, dan penuh kejutan. Red Bull ingin menyampaikan, “kami memberi orang energi (..dan keberanian) untuk mencoba sesuatu yang gila”.
Red Bull menjadikan nilai (value) memainkan peran penting dalam setiap konten yang diproduksi. “Give people wings and ideas”. Konsistensi komunikasi yang dilakukan selama 30 tahun inilah yang menggiring mereka pada kesuksesan besar.
Membangun inti konten yang kuat
Inti konten Red Bull pada dasarnya merupakan pertemuan antara ketertarikan audiens atas tema olahraga ekstrem, festival musik, gaya hidup petualang dan kemampuan produk membuat orang tetap berenergi selama berlangsungnya event tersebut.
Mereka juga tak main-main dalam memproduksi konten. Setiap konten yang diciptakan harus memiliki kecocokan dengan kualitas publikasi media ternama, ESPN, Vice, atau Buzzfeed yang cenderung punya audiens setipe. Level kualitas tersebut membuat konten-konten Red Bull layak dikonsumsi khalayak, dan bukan hanya sekedar mendorong brand minuman energi saja.
Sumber: Coschedule/Mashable
Leave a Reply