
Bukan menjadi rahasia umum lagi, jika banyak para pekerja milenial identik sebagai kutu loncat saat meniti karir. Bagi perusahaan , kehilangan karyawan terbaik tentu akan mengganggu dan berdampak pada ongkos tinggi. Sebuah studi yang dilakukan Gallup terhadap 7.272 orang dewasa tahun 2013 lalu, menyatakan bahwa 50 persen karyawan meninggalkan pekerjaan mereka lantaran bermasalah dengan atasan/manajer . Ketika perusahaan gagal mempekerjakan pimpinan yang tepat, maka akan berisiko pula pada keputusan yang salah. Berikut ini adalah beberapa sifat pimpinan yang membuat tingginya angka keluar masuk karyawan:
Pimpinan tidak terbuka
Kejujuran dan keterbukaan dalam tim amat penting dalam kerja sama. Ketika si pemimpin bisa bersikap otentik dan lebih transparan kepada karyawan, maka mereka pun cenderung akan membalasnya dan rela menaruh kepercayaan kepada perusahaan. Misalnya, kondisi perusahaan sedang sulit, maka biarkan mereka tahu, kalau hal itu mungkin akan memengaruhi bonus atau pembayaran gaji. Namun, kala kondisi membaik, pastikan hak-hak mereka juga dibayarkan, agar mereka tidak kehilangan kepercayaan.
Pimpinan tidak mendukung
Pemimpin yang baik akan mendukung karyawannya untuk mencapai karir terbaik. Mereka pun tak segan menyediakan peluang agar timnya bisa belajar dan mengembangkan diri. Mereka juga akan mencari tahu apa yang menjadi motivasi dan tujuan para karyawannya di masa depan. Hal ini cenderung membuat karyawan menjadi lebih percaya diri dalam menjalani karir mereka. Seperti yang pernah diungkapkan, John C. Maxwell, “People don’t care how much you know until they know how much you care”.
Pimpinan tak menyadari talenta dan kekuatan timnya
Menurut Gallup, kekuatan para “karyawan” tidak akan pernah berhenti tumbuh selama menjalani suatu karir. Generasi milenial suka talenta yang unik. Maka, pimpinan yang baik akan memperluas hubungan yang lebih dekat dengan para karyawan dengan menemukan apa yang menjadi kekuatan mereka sekaligus menuntun mereka ke jalan yang lebih baik. Ketika seorang pemimpin mampu mengembangkan talenta karyawannya, maka bukan tak mungkin tingkat kepercayaan mereka akan meningkat dua kali lipat.
Pimpinan tidak menunjukkan empati
Lembaga training global, Development Dimensions International (DDI) yang mengkaji tentang kepemimpinan selama 46 tahun, menyatakan bahwa keterampilan dalam bercakap-cakap memiliki dampak besar bagi keseluruhan performa. Studi ini dilakukan terhadap 15.000 pemimpin dari lebih 300 organisasi, 20 industri, di 18 negara. Temuan ini dipublikasikan dalam laporan DDI, High-Resolution Leadership di mana empati menjadi titik penting dalam keseluruhan performa, khususnya kemampuan untuk mendengar dan merespon. Hal ini akan membuka perspektif para anggota tim untuk saling membantu satu sama lain.
Apakah kamu punya alasan lain?
Diolah dari Inc
Leave a Reply