Dunia kerja saat ini memang tengah mengalami perubahan besar. Apalagi, kalau bukan masalah para pekerja generasi milenial yang cenderung tidak loyal dan kerap menjadi kutu loncat. Berdasarkan riset Jobplanet, karyawan milenial yang berusia antara 21-35 tahun ini cenderung hanya bertahan di perusahaan tempat bekerja selama 1-2 tahun. Rata-rata, generasi ini menginginkan pengalaman dan tantangan baru.
Ada juga survei menarik lainnya dari booking.com, bahwa 30 persen karyawan generasi milenial rela digaji rendah, asalkan mereka selalu mendapat kesempatan melakukan perjalanan bisnis baik ke luar kota/negeri. Siapa pula yang tak ingin bekerja sembari jalan-jalan?
Tapi, kenyataan tak selalu seindah bayangan, lantaran kegagalan mengelola stres akibat pekerjaan dapat menimbulkan efek mengerikan bagi kesehatan mental. Para generasi milenial yang selalu menginginkan tantangan pun bukan tak mungkin mengalami kondisi tersebut. Berikut adalah beberapa cara berdamai dengan kondisi yang kerap bikin jadi demotivasi:
Tahu bagaimana mengembalikan energi
Kondisi stres dan frustrasi kerap membuat energi terkuras habis, cepat lelah, dan demotivasi. Ketika hal ini yang dirasakan, rasanya mustahil jika orang itu bisa bekerja menghasilkan output yang baik. Menghabiskan 50 jam lebih seminggu untuk mengurus pekerjaan pun berpotensi menjadikan siapa saja merasa lelah bahkan jenuh. Beberapa orang memilih melakukan olahraga yoga, atau meditasi untuk kembali membuat relaks pikiran dan tubuh. Bagaimana dengan kamu?
Bekerja dalam tim
Ada pepatah bilang, kenapa Shinkansen bisa jadi kereta tercepat di dunia? Karena seluruh gerbongnya bergerak menuju destinasi akhir. Bagaimana dengan KRL Jabodetabek? Hanya gerbong paling pertama dan terakhir saja yang bergerak. Begitu pula ketika kita bekerja dalam tim. Beruntunglah, jika kita punya anggota yang masing-masing bisa diandalkan, maka beban kerja kita pun ringan.
Paham menempatkan prioritas
Ketika daftar pekerjaan lagi banyak-banyaknya dalam sepekan, trik paling manjur agar terhindar dari kebingungan dan stres adalah dengan menyusun prioritas. Ketika kita menyempitkan sedikit pada fokus utama atau tujuan yang ingin dicapai, maka akan membuat segala sesuatunya lebih mudah terselesaikan. Sedangkan, tugas yang non prioritas bisa dipending dulu dalam beberapa waktu ke depan. Kabar baiknya, selalu ada rasa lega dan puas ketika satu pekerjaan bisa beres sempurna, dan selalu ada peluang bahwa kita bisa lebih termotivasi lagi.
Jangan suka tunda-tunda
Kebiasaan menunda ini bisa jadi sesuatu yang agak rumit dihilangkan begitu saja. Seperti yang pernah dibahas sebelumnya, bekerja di bawah tekanan bisa diartikan dengan perasaan lelah karena kerjaan menumpuk. Salah satu pemicunya, bisa jadi karena kita sendiri juga doyan menunda-nunda pekerjaan. Maka, solusinya jangan berikan jadwal ketat pada tiap tugas yang harus dibereskan. Dengan melakukan penyusunan prioritas dan tidak menunda-nunda, maka sedikit banyak hal ini akan meringankan pekerjaan pula.
Refleksi dan evaluasi
Jika setelah melakukan serangkaian upaya di atas, namun beban kerja dan rasa jenuh tidak pergi juga, mungkin saatnya bagi kita untuk melakukan evaluasi terhadap pekerjaan ini. Misalnya, bertanya pada diri sendiri, apakah pekerjaan ini benar-benar sesuai passion saya? Apakah tujuan hidup saya bisa dicapai lewat pekerjaan ini? Apakah kita benar-benar merasa bahagia?
Dengan menganalisa situasi tersebut, maka sedikit demi sedikit kita pun akan menemukan jawabannya. Jika, perasaan demotivasi yang muncul bisa beres dengan memperbaiki kualitas hidup, berarti tidak ada masalah terlalu berarti di sana. Namun, jika perasaan tersebut terlalu sering muncul, hingga kita selalu membenci hari di mana kita harus kembali bekerja, mungkin memang ada yang salah dengan jalan karir kita.
So, make your own life choices 🙂
Diolah dari lifehack
Leave a Reply