Sebagai wirausaha pemula, pernahkah terpikir mengambil seluruh keuntungan usaha untuk kepentingan pribadi? Memang wajar saja jika terbersit keinginan semacam itu, apalagi rata-rata wirausaha kecil dan menengah masih mengelola usahanya sendiri dari mulai kegiatan manajerial sampai operasional harian.
Namun, menurut praktisi sumber daya manusia Lita Mucharom, kontribusi pribadi yang dilakukan oleh pemilik usaha sudah idealnya dibayarkan dalam bentuk gaji. Dengan menggaji diri sendiri, tentu akan meminimalkan peluang pemakaian seluruh keuntungan untuk kepentingan pribadi. Hal ini penting, mengingat keuntungan usaha seharusnya bisa diinvestasikan kembali sebagian untuk pengembangan bisnis.
Lebih lanjut, kata Lita, banyak usaha mikro yang tak maju dan besar karena selalu kekurangan modal, padahal sudah bisa menghasilkan keuntungan. Salah satu penyebabnya, karena ketidaksiplinan pemilik mengelola uang di mana dana yang ada kerap “dicolek” si pemilik untuk kepentingan pribadi.
Modal usaha memang bisa diperoleh dari kocek pribadi, pinjaman bank, atau investor. Namun, baginya akan jauh lebih baik jika modal untuk pengembangan usaha adalah hasil mengumpulkan keuntungan sedikit demi sedikit. Maka, itu sekecil apa pun usaha yang dirintis, apabila sudah menghasilkan untung, penting menerapkan sistem gaji bagi diri sendiri.
Lalu faktor apa saja yang harus diperhatikan sebelum menggaji diri sendiri:
1. Kalkulasikan apa yang dibutuhkan
Memang tak ada patokan pasti, berapa mestinya kita membayar diri sendiri. Namun, jika berandai bekerja di perusahaan orang, kita tentu bisa menyebutkan berapa gaji yang kita mau di level tertentu bukan? Hal tersebut didasarkan pada pengeluaran rata-rata kita per bulan sampai setahun dan perencanaan hidup masa depan.
Namun pada dasarnya, kompensasi gaji harus sesuai dengan beban pekerjaan yang dihitung dari tanggung jawab, wewenang, dan besarnya usaha. Patokan lain mencakup besarnya keuntungan usaha dan modal yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha ke depan.
2. Seberapa bisnis kita bisa sisihkan dana untuk gaji
Kala bisnis kita bertumbuh, gaji kita tentu juga akan mengalami kenaikan. Namun, di sisi lain kita juga harus meningkatkan kewajiban-kewajiban kepada pemangku kepentingan lain. Pastikan dana yang ada cukup untuk membayar gaji yang layak bagi pemilik. Idealnya, pemilik juga harus menyimpan dana cadangan untuk diinvestasikan kembali kepada bisnis dan kebutuhan darurat.
Tak hanya itu, sejak pertama kali usaha dimulai, pemilik sudah harus bisa memisahkan mana uang yang bisa dipakai dan uang harus disimpan demi menciptakan sistem good governance dalam usaha. Selain lebih profesional, biaya operasional juga lebih terukur dan terencana.
3. Keuntungan perusahaan
Tentu butuh waktu bagi perusahaan untuk bisa meraup untung secara konsisten. Terkadang, usaha mengalami pendapatan tinggi dalam waktu-waktu tertentu, tapi kadang rendah di waktu lainnya. Dibanding mengotak-atik gaji, lebih baik buat sistem bonus untuk memberi penghargaan diri sendiri saat penjualan bagus.
Pemilik juga bisa mendapat uang tambahan lewat pembagian dividen, tergantung dari struktur bisnis. Namun, perlu diingat UU Perusahaan Perseroan Terbatas (PT) mengatur, bahwa dividen/bagi hasil bagi para pemilik modal tidak boleh lebih dari 80 persen dari total keuntungan bersih.
Jika menggunakan teori para ahli, total gaji seluruh karyawan sebuah perusahaan (dari mulai gaji pemilik hingga karyawan level terendah) yang ideal maksimum 15 persen dari omset. Dengan cara ini, juga bisa menjadi patokan kira-kira berapa besar gaji/persen yang mau disisihkan untuk gaji pribadi.
—
Dalam perencanaan bisnis, sistem penggajian ini juga idealnya dimasukkan, sehingga pemilik usaha tahu lebih jelas berapa perkiraan biaya operasional dan target keuntungan usaha yang harus dicapai. Selain lebih profesional dan terencana, menggaji diri sendiri juga bisa menjadi motivasi pemilik usaha untuk terus tumbuh. Jadi, kalau mau naik gaji, ya berarti laba usahanya harus naik juga dong… 🙂
Leave a Reply